Kanal

Kadisdikbud Dumai Minta Uang Sama Donatur Terdakwa

Publikterkini.com - Zulkifli AS kembali duduk dikursi pesakitan Pengadilan Tipikor, Pekanbaru. Mantan wali kota Dumai ini diadili sebagai terdakwa kasus suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Dumai dalam APBNP 2017 dan APBN 2018 untuk proyek di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Dumai.

Dalam sidang yang diketuai majelis hakim Lilin Herlina SH MH ini terungkap fakta kalau Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan dan Kebudayaan Kota  Dumai, Sya'ari meminta uang  kepada Mashudi, marketing PT Ravindo Makmur Abadi, yang menjadi donatur Zulkifli AS dalam pemberian suap ke Yaya Purnama dan Rifa Surya dari Kementerian Keuangan.

Pengakuan Mashudi dipersidangan menceritakan bagaimana awal bisa mengenal Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kota Dumai. Waktu itu tahun 2016, dia dan Tatang Jaelani melakukan presentasi alat peraga seperti laptop, komputer di instansi Pemerintah Kota Dumai itu.

Setelah presentasi, komunikasi dengan Sya'ari sering terjadi. Dia mengaku mendapat info tentang adanya kegiatan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Dumai dari Sya'ari. 

Mendapat informasi itu, Mashudi langsung menyampaikannya ke Tatang di Jakarta.

Tak lama kemudian, Mashudi kembali dihubungi Sya'ari kalau kegiatan pengadaan alat peraga di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Dumai jadi dilaksanakan. Kali ini bukan terkait pengerjaan kegiatan tapi Sya'ari meminta bantu, waktu itu sudah tahun 2017.

Dua minggu kemudian, Sya'ari kembali menghubungi Mashudi dan mengabarkan kalau dirinya jadi ke Jakarta.

Uang itu diminta Sya'ari diserahkan di sebuah hotel di Jakarta. Uang diserahkan sebesar Rp50 juta.

Setelah serahkan uang, Mashudi tidak mendapat kabar lagi. Kemudian dia diminta Tatang datang ke Dinas Pendidikan Kota Dumai untuk menanyakan kegiatan pengadaan alat peraga tersebut, apakah jadi atau tidak. Saat itu, Mashudi diarahkan menemui Indra Syarif selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

"Pak Indra bilang lihat aja nanti di ULP (Unit Layanan Pengadaan)," ucap Mashudi yang setelah itu tidak mengetahui lagi kelanjutan proses proyek tersebut.

Hakim mempertanyakan apakah Sya'ari ada menyebutkan kalau kegiatan akan diserahkan kepada perusahaan milik Tatang.

"Disebut nanti Pak Tatang yang akan melaksanakan kegiatan itu. Proyek itu memang didapat Pak Tatang tapi saya tidak tahu prosesnya," jawab Mashudi.

Selain ke Sya'ari, penyerahan uang juga dilakukan kepada Indra Syarif sebesar Rp10 juta. Uang diserahkan secara bertahap pada November 2017, masing-masing Rp2,5 juta dan Rp7,5 juta.

Ada juga uang untuk Tim PHO sebesar Rp5 juta. Uang itu diberikan kepada Ali Wardana setelah pekerjaan pengadan alat peraga selesai dilakukan PT Ravindo.

Menurut Mashudi, PT Ravindo pada 2017 mendapat dua kegiatan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Dumai. Anggaran kegiatan itu, masing-masing sebesar Rp900 juta.

Ternyata, di tahun 2016, PT Ravindo juga pernah mendapat kegiatan pengadaan alat peraga untuk sekolah dasar dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Dumai, dan ketika itu perusahaan memberi uang Rp20 juta.

Pada kesempatan itu, Mashudi juga mengaku pernah berkomunikasinya dengan ajudan Zulkifli AS ketika berada di Jakarta. Ajudan Zulkifli AS itu menyampaikan sedang berada di Jakarta karena Zulkifli AS sedang ada tugas di sana.

Di Jakarta, Mashudi mengaku menemani Zulkifli AS menemui Direktur Jalan di Kementerian PUPR, Arif Rahman. Tujuannya untuk mengantarkan proposal terkait jalan, dan menanyakan apa lagi yang kurang. 

Selain Mashudi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menghadirkan saksi Vera Chyntiana. Saksi Vera pernah menjadi anggota dan Ketua Kelompok Kerja (Pokja) di ULP pada tahun 2017 sampai 2018. Tidak sampai disitu, Vera diketahui merupakan keponakan dari Zukifli AS.

Terkait dengan kesaksiannya, Vera mengaku tidak pernah mendapat pesanan, baik itu dari kepala daerah maupun pihak lainnya dalam memenangkan suatu perusahaan yang mengikuti lelang. 

Mendengar hal itu, hakim mempertanyakan apakah Vera pernah dihubungi Wakil Wali Kota Dumai saat itu, Eko Suharjo, agar memenangkan perusahaan yang dibawanya.   

"Pernah gak dia minta proyek," tanya hakim.

Awalnya Vera sempat mengelak, tapi setelah didesak akhirnya dia mengakuinya. Dikatakannya, yang membawa Wakil Walikota Dumai untuk bertemu dengannya adalah Direktur RSUD Dumai, Syaiful.

Vera mengaku tidak mengetahui, bahwa proyek yang dimaksud, yakni kegiatan pengadaan makan minum di RSUD Kota Dumai itu, adalah bagian untuk Eko Suharjo.

"Saya tidak tahu proyek itu bagian untuk Wakil Walikota. Saya bertemu setelah penetapan pemenang," tuturnya.

"Intinya Pak Wakil Walikota minta memenangkan suatu perusahaan. Itu setelah saya menetapkan pemenang," sambungnya.

Namun meski menyatakan ketika itu sudah ditetapkan pemenang lelang, ternyata perusahaan yang menang tender adalah perusahaan yang dibawa Wakil Walikota Dumai, yakni CV Afifah.

Untuk diketahui, JPU KPK mendakwa Zulkifli AS dalam dua perkara dugaan rasuah, yakni memberi suap dan menerima gratifikasi.

Dalam dakwaan pertama, Zulkifli diduga memberikan suap kepada pejabat di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, yakni Yaya Purnomo dan Rifa Surya sebanyak Rp100 juta, Rp250 juta, Rp200 juta dan 35.000 Dollar Singapura. Suap ini berkaitan dengan pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Dumai di APBNP 2017 dan APBN 2018

Sedangkan dalam perkara gratifikasi, Zulkifli diduga menerima uang sebanyak Rp3,9 miliar lebih. Uang tersebut, diketahui berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai Walikota Dumai saat itu.

Atas hal itu, JPU Lembaga Antirasuah menjerat mantan orang nomor satu Kota Dumai itu dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Jo Pasal 13 Undang-undang (UU)  RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Hal ini terkait dengan dakwaan memberi suap.

Sedangkan dalam perkara dugaan gratifikasi, Zulkifli AS disangkakan  Pasal 12B Jo Pasal 11 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU  RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. *

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER