Kanal

Kejari Aceh Utara Tetapkan Lima Tersangka Kasus Dugaan Korupsi pembangunan Monumen Samudera Pasai

Publikterkini.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Utara telah menetapkan lima tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai.

Monumen tersebut berada di Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera, Aceh Utara.

Diduga kasus proyek tersebut mengalami kerugian negara mencapai Rp 20 miliar.

Kelima tersangka dugaan korupsi proyek tersebut, di antaranya berinisial F sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), N selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), P (pengawas), dua rekanan yaitu R, dan T.

“Baru kami tetapkan, belum dilakukan penahanan,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara Diah Ayu Hartati saat dihubungi, Jumat (6/8/2021).

Diah menyebutkan, proyek yang berlangsung sejak  2012 hingga 2017 menghabiskan dana sebesar Rp 49,1 miliar.

Dia merincikan, proyek itu dikerjakan secara bertahap. Sejak 2012 hingga 2016 proyek ini berada di Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan, Kabupaten Aceh Utara.

Sedangkan pada 2017 proyek yang menjadi ikon Kerajaan Samudera Pasai itu berada di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Aceh Utara.

“Tahun 2012 proyek ini dikerjakan PT PNM dengan angggaran senilai Rp 9,5 Miliar. Lalu tahun 2013 Rp 8,4 Miliar dikerjakan oleh PT LY, berikutnya 2014 dikerjakan PT TH dengan anggaran Rp 4,7 Miliar. Pada tahun 2015 Rp 11 Miliar dikerjakan PT PNM, tahun 2016 dikerjakan PT TH Rp 9,3 Miliar dan tahun 2017 Rp 5,9 Miliar dikerjakan PT TAP,” beber Diah.

Penyelidikan kasus ini sudah berlangsung sejak Mei 2021 hingga awal Juni 2021. Sejumlah saksi ahli, rekanan dan mantan pejabat yang bertanggung jawab untuk proyek itu telah dimintai keterangan.

Dari hasil penyelidikan, ditemukan beberapa pengerjaan proyek yang tidak sesuai dengan standar.

Semisal fondasi proyek itu tak mampu menopang tower setinggi 71 meter. Selain itu, sejumlah bagian bangunan retak dan membahayakan pengunjung.

“Contohnya saat kita uji mutu beton itu hanya 120. Padahal seharusnya 250. Bayangkan saja, kualitas 120 itu menopang 71 meter tower,” tegasnya.

Menurut keterangan saksi ahli, kualitas itu bukan hanya tak sesuai speksifikasi tapi juga membahayakan orang yang berkunjung ke lokasi.

“Contoh lain, pengerjaan tanah harusnya 12.800 meter kubik, tapi yang ada itu hanya 3.000 meter kubik. Ini bisa membahayakan keselamatan orang yang menginjak bangunan itu. Bisa berpotensi rubuh,” katanya.

Kejari Aceh Utara sudah meminta audit kerugian negara pada BPKP Perwakilan Aceh.

“Perkiraan kita, berdasarkan hitungan saksi ahli itu kerugian negara Rp 20 miliar lebih. Atau separuh dari total nilai proyek. Untuk pastinya, kita minta audit ke BPKP,” pungkasnya.

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER