Publikterkini.com - Sempat mangkir pada panggilan pertama, akhirnya mantan Ketua DPRD Kuansing, Andi Putra penuhi panggilan jaksa penyidik Kejari Kuansing, Senin (3/5/2021).
Pemanggilan Andi Putra yang juga sebagai Bupati Kuansing terpilih ini untuk diperiksa terkait dugaan tindak pidana korupsi aliran dana Rp1,5 miliar yang bersumber dari enam kegiatan di Setda Kuansing pada APBD tahun 2017.
''Benar, yang bersangkutan hadir dan diminta keterangannya oleh tim jaksa penyidik,'' kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kuansing, Hadiman SH MH.
Dijelaskannya, seharusnya hari ini ada beberapa orang pihak-pihak terkait yang dipanggil. Namun, yang lainnya tak hadir. Yakni mantan anggota DPRD Kuansing, Musliadi dan Rosi Atali. Kemudian, serta Bupati Kuansing, Mursini.
''Musliadi berhalangan hadir karena mengurus istrinya yang sedang sakit dan harus menjalani perawatan di salah satu Rumah Sakit di Pekanbaru. Musliadi minta jaksa menjadwal ulang pemanggilan, Kamis (6/5/2021),'' jelas Kajari.
Sementara Rosi Atali tidak bisa datang memenenuhi panggilan jaksa karena masih diluar kota dan minta pada jaksa diperiksa Rabu (5/5/2021).
Sedangkan Bupati Kuansing Drs Mursini MSi juga tak hadir dan dijadwal pemanggilan pada Kamis (6/5/2021) nanti.
''Para saksi ini dipanggil untuk dimintai keterangan untuk mempelancar proses penyidikan penelusuran aliran dana Rp1,5 miliar yang bersumber dari enam kegiatan di Setda Kuansing pada APBD tahun 2017 sebesar Rp13,3 miliar lebih. Karena diduga ada sejumlah pejabat teras di lingkungan Pemkab Kuansing yang turut menerima aliran dana tersebut,'' ungkapnya lahi.
Hadiman menambahkan, sebelumnya tim jaksa penyidik telah melakukan pemeriksaan kembali terhadap M Saleh mantan Kabag Umum Setda Kuansing untuk menindaklanjuti putusan hakim yang menyebutkan ada aliran dana cukup besar ke beberapa orang.
Dalam putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru itu, Muharlius dan kawan-kawan terbukti melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nokor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 KUHP.
Kelima terdakwa Muharlius, M Saleh, Verdy Ananta, Hetty Herlina, dan Yuhendrizal di jatuhi hukuman berbeda. Mantan Plt Sekretaris Daerah Kuansing H Muharlius SE MM di jatuhi hukuman 6 tahun kurungan penjara serta denda Rp300 Juta dengan subsider 3 bulan oleh Pengadilan Tipikor.
Muharlius selaku Pengguna Anggaran (PA) dijatuhi hukuman lebih ringan dari tuntutan sebelumnya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dituntut 8 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp 500 juta dengan subsider 6 bulan.
Sementara empat orang rekannya, Kabag Umum Setdakab Kuansing M Saleh merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), divonis 7 tahun kurungan serta denda Rp300 juta subsider 3 bulan penjara.
Kemudian, M Saleh harus membayar uang pengganti sebesar Rp5,8 miliar subsider 4 tahun penjara. Bendahara pengeluaran rutin, Verdy Ananta, divonis 6 tahun kurungan penjara, serta denda Rp300 juta subsider 3 bulan penjara.
Kemudian, mantan Kasubbag Kepegawaian Setdakab Kuansing selaku Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan (PPTK), Hetty Herlina, divonis 4 tahun penjara serta denda Rp200 juta subsider 2 bulan penjara. Dan Kasubbag Tata Usaha Setdakab Kuansing, merangkap PPTK pada kegiatan makanan dan minuman tahun 2017 lalu, Yuhendrizal, divonis 4 tahun penjara serta denda Rp200 Juta subsider 2 bulan penjara.
Dugaan korupsi terjadi pada enam kegiatan di Setda Kuansing yang bersumber dari APBD 2017 sebesar Rp13,3 miliar lebih.
Enam kegiatan itu meliputi kegiatan dialog/audiensi dengan tokoh-tokoh masyarakat pimpinan/ anggota organisasi sosial dan masyarakat dengan anggarannya sebesar Rp7,2 miliar lebih. Kegiatan penerimaan kunjungan kerja pejabat negara/departemen/lembaga pemerintah non departemen luar negeri Rp1,2 miliar.
Lalu kegiatan rapat koordinasi unsur Muspida dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) murni sebesar Rp1,1 miliar lebih dan kegiatan Rapat Koordinasi Pejabat Pemerintah Daerah dengan anggaran sebesar Rp960 juta. Kemudian, kegiatan kunjungan kerja/inpeksi kepala daerah/wakil kepala daerah dalam sebesar Rp725 juta dan kegiatan penyediaan makanan dan minum sebesar Rp1,9 miliar lebih.
Namun dalam pelaksanaannya, penggunaan anggaran kegiatan tersebut tak sesuai peruntukannya. Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada temuan Rp10,4 miliar yang diselewengkan. *