Publikterkini.com - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan menghapus kategori kelas dalam layanana rawat inap.
Semua layanan rawat inap bagi pemegang kartu BPJS adalah kelas standar.
Informasi itu disampaikan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien kepada Kompas.com, Jumat (24/9/2021).
"Dalam perencanaan akan menuju ke kelas rawat inap standar jaminan kesehatan nasional," kata Muttaqien.
Ia mengatakan, penghapusan kelas dan penerapan kelas standar bertujuan untuk menjalankan prinsip asuransi sosial dan equitas di program JKN.
"Nanti segmentasi peserta otomatis berubah, tidak ada lagi kategori peserta kelas 1, 2, dan 3," lanjut dia.
Ia mengatakan, penghapusan kategori kelas itu sesuai dengan amanat Undang-undang Sistem Jaminan Sosial (SJSN) Pasal 23 (4) yang mengatakan bahwa jika peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka diberikan "kelas standar".
Muttaqien menegaskan bahwa penghapusan kategori kelas BPJS itu hanya berlaku untuk rawat inap. Sementara rawat jalan normal seperti biasanya.
Konsep kelas standar nantinya hanya akan terdapat dua kelas kepesertaan program, yakni Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non-PBI. Segmen peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri akan tergolong sebagai non-PBI.
Berdasarkan kelas PBI dan Non PBI itu, ketentuan luas kamar dan jumlah tempat tidur tiap kamar akan berbeda. Dimana untuk kelas untuk peserta PBI, minimal luas per tempat tidur (dalam meter persegi/m2), sebesar 7,2 meter persegi dengan jumlah maksimal 6 tempat tidur per ruangan. Sementara di kelas untuk peserta Non PBI, luas per tempat tidur sebesar 10 meter persegi dengan jumlah maksimal 4 tempat tidur per ruangan.
Anggota DJSN Muttaqien menjelaskan sampai saat ini pihaknya bersama otoritas terkait masih terus memformulasikan mengenai iuran BPJS Kesehatan jika nanti mulai diterapkan kelas standar. Saat ditanya apakah tarifnya akan pada kisaran Rp 50.000 sampai Rp 70.000 per bulan, Muttaqien belum bisa memastikan.
"Ini sampai sekarang belum bisa dijawab. Karena masih menunggu finalisasi KDK Kemenkes," tambah Muttaqien.