Publikterkini.com - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) kembali mengingatkan masyarakat bahwa debt collector alias penagih utang tidak berhak mengambil barang dari tangan debitur.
Ketua Komisi Advokasi BPKN Rolas Sitinjak menuturkan ketentuan tersebut sudah diatur dalam aturan perundang-undangan.
Salah satunya, Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.
Aturan itu menyebutkan bahwa kepolisian berwenang memberikan bantuan pengamanan pelaksanaan putusan pengadilan atau eksekusi jaminan fidusia.
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan, dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikan dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
"Secara regulasi debt collector tidak berhak menyita barang, debt collector tidak berhak datang ke tempat untuk menyita barang walaupun barang itu sudah fidusia. Sudah ada aturan yang mengatur bahwasanya jika debt collector melakukan penagihan harus didampingi polisi yang punya surat tugas," ujarnya dalam diskusi virtual Ngabuburit Consumer Talks, Jumat (23/4).
Sayangnya, kejadian perampasan barang langsung oleh debt collector kerap kali masih ditemukan. Misalnya, seorang debitur yang kendaraan roda duanya diambil paksa oleh debt collector di tengah jalan maupun didatangi ke rumah.
Karenanya, Rolas mengimbau masyarakat yang menerima perlakuan tersebut untuk melaporkannya kepada BPKN. Pengaduan itu bisa disampaikan melalui aplikasi BPKN 153.
"Sebagai lembaga negara BPKN menerima pengaduan," jelasnya.
Dalam empat tahun terakhir, jumlah pengaduan konsumen yang masuk ke BPKN RI mencapai 6.000 aduan. Paling banyak berasal dari sektor jasa keuangan dan e-commerce.
Dalam kesempatan yang sama, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Edmon Makarim menilai keberadaan debt collector sudah salah sejak awal.
Sebab, masalah utang seharusnya masuk dalam ranah hukum perdata karena melibatkan dua pihak yaitu debitur dan kreditur, sehingga harus diselesaikan oleh dua pihak bersangkutan.
"Kemudian dicari solusi (kedua pihak), itu seharusnya yang dilakukan. Bukannya malah mengancam orang, itu seharusnya (si debt collector) ditangkap karena abuse of power," ujarnya.