KPK Tuntut 2 Petinggi PT ANN 8 Tahun Penjara,

Sabtu, 02 Oktober 2021

Ilustrasi

Publikterkini.com - Komisaris PT Arta Niaga Nusantara (ANN), Handoko Setiono, dan Direktur Melia Boentaran dituntut hukuman penjara selama 8 tahun. Pasangan suami istri ini dinilai bersalah melakukan korupsi proyek peningkatan Jalan Lingkar Bukit Batu-Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis tahun anggaran 2103-2015.

Perbuatan terdakwa diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I Melia Boentaran dan terdakwa II Handoko Setiono masing-masing dengan pidana penjara selama 8 tahun," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tonny F Pangaribuan di hadapannya majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang diketuai Lilin Herlina, Jumat (1/10/2021).

Selain penjara, JPU juga menuntut Setiadi Handoko dan Melia Boentaran membayar denda masing-masing Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Kedua terdakwa juga dihukum pidana tambahan membayar uang pengganti kerugian pada negara secara tanggung-renteng sebesar Rp110.551.000.181.

"Dengan ketentuan, jika dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan para terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi
uang pengganti dan jika tidak mempunyai harta benda yang cukup, maka diganti dengan pidana penjara, masing-masing selama 2 tahu," jelas JPU.

Atas tuntutan JPU itu, kedua terdakwa melalui kuasa hukumnya akan mengajukan nota pembelaan atau pledoi.

Sidang lanjutan akan digelar pada pekan mendatang.

Sebelumnya, JPU KPK dalam dakwaannya menyebutkan, kedua terdakwa memiliki tugas masing-masing.

Terdakwa Melia menjabat sebagai Direktur PT ANN, sementara Handoko bertugas melobi pejabat untuk mendapatkan proyek.

Kedua terdakwa telah merugikan negara dengan total sebesar Rp114 miliar. Para terdakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp110,5 miliar.

Kemudian, memperkaya orang lain sebesar Rp13,5 miliar yang dibagikan kepada sejumlah pejabat di Dinas PUPR Bengkalis.

Uang itu dibagikan, agar proyek senilai Rp265 miliar itu dapat dimenangkan oleh perusahaan terdakwa.

Adapun pejabat yang dibagikan itu diantaranya, M. Nasir (Kadis PUPR Bengkalis) sebesar Rp850 juta, Syarifuddin alias H Katan (Ketua Pokja ULP) berrsama Adi Zulhemi dan Rozali sebesar Rp2.025 miliar dan beberapa lainnya.

Total merugikan keuangan negara sebesar Rp.114.594.000.180 sebagaimana hasil audit yang dilakukan tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Disebutkan, perusahaan terdakwa akhirnya memenangkan kontrak dengan total sebesar Rp291.515.703.285. Uang itu bahkan telah dibayarkan dengan 100 persen.

Namun kenyataannya di lapangan, progres pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak. Bahkan, perusahaan telah melampaui batas waktu pengerjaan.

Akibatnya, perusahaan harus membayar adendum karena kelalaian pekerjaan yang tidak sesuai kontrak. Tidak tanggung-tanggung, pihak PUPR telah melakukan 8 kali adendum kepada perusahaan terdakwa.

Meskipun telah dilakukan addendum berupa penambahan waktu dan pengurangan volume pekerjaan, namun realisasi pekerjaan PT ANN atas proyek tersebut berdasarkan dimensi dan spesifikasi yang terpasang ternyata tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam kontrak. Sehingga volume pekerjaan yang terpasang tidak sesuai dengan prestasi pembayaran, atau terdapat selisih yang merupakan kerugian keuangan negara sebesar Rp.114.594 miliar.