Mantan Kadis CKTR Dituntut Delapan Tahun Penjara

Sabtu, 07 Agustus 2021

Ilustrasi. Net

Publikterkini.com - Fahruddin ST, mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) 8 tahun penjara. 

Menurut JPU Teguh Proyogi SH dalam sidang secara virtual, Jumat (6/8/2021) sore, dimana JPU berada di Kejari Kuansing, sementara majelis hakim dan penasehat hukum terdakwa berada di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru dan terdakwa, berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Teluk Kuantan, tuntutan penjara karena terdakwa terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing yang merugikan negara Rp5 miliar lebih.

''Terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo  Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,'' kata jaksa duhadapan majelis hakim yang diketuai Iwan Irawan SH MH.

Selain itu, terdakwa Fahruddin juga dituntut membayar denda sebanyak Rp500 juta, apabila denda tidak dibayar maka dapat diganti dengan menjalani pidana kurungan selama 6 bulan.

Selain Fahruddin, masih ada seorang terdakwa yang juga dituntut pidana penjara oleh JPU. Dia adalah Alfion Hendra selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada proyek pembangunan Hotel Kuansing.

Berbeda dengan Fahruddin, Alfion dituntut lebih rendah oleh JPU. Ia tuntut pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan (6,5 tahun).

"Terdakwa juga dibebankan membayar denda sebesar Rp500 juta atau subsider 6 bulan hukuman," terang JPU.

Terkait dengan uang kerugian negara Rp5 miliar lebih, JPU menilai bahwa Direktur PT Betania Prima, Robert Tambunan. Yang mana, Robert diketahui telah meninggal dunia.

"Membebankan uang pengganti kepada almarhum Robert Tambunan selaku Direktur PT Betania Prima sebesar Rp5.050.257.046,21," terang JPU.

Atas tuntutan itu, Fahruddin dan Alfion Hendra melalui penasehat hukumnya mengajukan pledoi atau pembelaan. Majelis hakim mengagendakan pembacaan dakwaan pada persidangan pekan depan. 

Dalam tuntutan JPU, Fahruddin melakukan korupsi bersama Alfion Hendra, mantan Kepala Bidang Tata Bangunan dan Perumahan di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kuansing 2015 selaku Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan (PPTK) dan Direktur PT Betania Prima, almarhum Robert Tambunan.

JPU menyebutkan perbuatan terdakwa merugikan negara Rp5.050.257.046,21. Kerugian itu diperoleh berdasarkan hasil penghitungan ahli penghitung kerugian keuangan negara dari Universitas Tadulako tahun 2020.

JPU menjelaskan korupsi  terjadi pada 2015. Ketika itu terdakwa Fachruddin selaku Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing dan juga Pengguna Anggaran (PA) pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing dan juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam Kegiatan Pembangunan Ruang Pertemuan Hotel Kuansing

Pembangunan Hotel Kuansing dilakukan berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Pemkab Kuansing di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Nomor DPA Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 1.03.1.03.07.29.02.5.2. Pada pos mata belanja diketahui terdapat kegiatan Pembangunan Ruang Pertemuan Hotel Kuansing.

Perkara itu bermula pada tahun 2014 lalu, yakni adanya pembangunan fisik Hotel Kuansing oleh Dinas CKTR kabupaten setempat. Kemudian di tahun 2015, dilakukan pembangunan ruang pertemuan hotel yang dikerjakan PT Betania Prima dengan pagu anggaran sebesar Rp13,1 miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Kuansing.

Dalam pekerjaannya, rekanan menyerahkan jaminan pelaksanaan Rp629 juta lebih. Selain itu, pada kegiatan ini terjadi keterlambatan pembayaran uang muka oleh PPTK, sehingga berdampak pada keterlambatan progres pekerjaan.

PT Betania Prima selaku rekanan juga tidak pernah berada di lokasi selama proses pengerjaan proyek tersebut. Mereka hanya datang saat pencairan pembayaran pekerjaan setiap terminnya, dalam hal ini dihadiri Direktur PT Betania Prima. 

Hingga masa kontrak berakhir, pekerjaan tidak mampu diselesaikan rekanan. Rekanan hanya mampu menyelesaikan bobot pekerjaan sebesar 44,5 persen, dan total yang telah dibayarkan Rp5,263 miliar.

Atas hal itu, PT Betania Prima dikenakan denda atas keterlambatan pekerjaan sebesar Rp352 juta. Namun,  PPTK tidak pernah menagih denda tersebut. 

Tidak hanya itu, PPTK juga tidak melakukan klaim terhadap uang jaminan pelaksanaan kegiatan yang dititipkan PT Betania Prima di Bank Riau Kepri sebesar Rp629 juta. Semestinya, uang tersebut disetorkan ke kas daerah, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing. 

Sejak awal kegiatan, Kepala Dinas CKTR Kuansing selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tidak pernah membentuk tim Penilai Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). Sehingga, tidak pernah melakukan serah terima terhadap hasil pekerjaan, dan saat ini hasil pekerjaan tersebut tidak jelas keberadaannya. Dengan demikian, Hotel Kuansing itu belum bisa dimanfaatkan. *