Presiden Tunisia Dituduh Lakukan Kudeta Setelah Pecat Perdana Menteri

Senin, 26 Juli 2021

Publikterkini.com - Presiden Tunisia Kais Saied membuat langkah kontroversial. Pada Ahad kemarin, 25 Juli 2021, Ia memecat PM Hichem Mechichi plus membekukan parlemennya sendiri. Dikutip dari kantor berita Reuters, hal itu ia lakukan untuk mengambil kendali penuh atas otoritas eksekutif.

Tidak berhenti di situ, Saied juga memerintah para loyalisnya untuk turun ke jalan, melakukan protes, mirip dengan Kerusuhan US Capitol yang dipicu Presiden Amerika Donald Trump Januari lalu. Tak ayal para oposisi Saied menyebut apa yang ia lakukan sebagai "kudeta" terhadap pemerintahannya sendiri.

"Saya memperingatkan untuk tidak melibatkan senjata dalam unjuk rasa. Siapapun yang menembakkan senjata, satu butir peluru sekalipun, akan direspon juga dengan tembakan," ujar Saied dalam keterangannya di televisi, dikutip dari Reuters.

Apa pemicu utama Saied mengambil langkah "Kudeta" itu belum diketahui. Walau begitu, Tunisia memang sudah lama dalam kondisi krisis. Bertahun-tahun mereka diwarnai pemerintahan yang pincang, korupsi, ambruknya ekonomi, dan juga terus menanjaknya angka pengangguran.

Pandemi COVID-19, yang menghajar dunia pada 2020, memperburuk situasi tersebut. Di titik itu, warga sudah pesimistis dengan kondisi Tunisia dan tak peduli lagi dengan pemerintahannya.

Sebelum Saied melakukan langkah kontroversialnya, warga Tunisia berkali-kali meluapkan kekesalan terhadap partai Moderat Islam Ennahda yang menguasai parlemen. Beberapa menganggap Saied mencoba mengambil momentum itu untuk menjungkirbalikkan pemerintahan Tunisia agar menguntungkan dirinya.

"Apa yang dilakukan Saied adalah pelanggaran terhadap revolusi dan konstitusi...Kami menganggap parlemen masih berdiri dan kami akan mempertahankan hasil revolusi Tunisia 2011," ujar Ketua Parlemen Tunisia dan juga Partai Ennahda, Ghannouchi. Ghannouchi tidak mengesampingkan potensi bentrokan dengan loyalis Saied.

Reuters melaporkan, kerumuman tersebut mengingatkan revolusi Tunisia yang pecah pada 2011.

Massa di jalanan juga menyebut Ennahda sebagai penyebab kegagalan Tunisia selama dekade terakhir dalam mengatasi kelumpuhan politik dan mencapai kemakmuran.

Ennahda merupakan partai terlarang sebelum revolusi Tunisia. Setelah 2011, Ennahda menjadi partai yang paling sukses di parlemen.

"Hari ini, hari ini, Ennahda berakhir hari ini," seru para pemuda di distrik Omrane Superieur di Tunis.

Para pengkritik Saied khawatir, pembubaran pemerintah yang dipimpin perdana menteri dan pembekuan parlemen akan membawa Tunisia ke pemerintahan otokratis seperti masa lalu.

Namun, kekhawatiran tersebut dibantahnya dan dia juga menepis tudingan melakukan kudeta.